Jumat, 16 Mei 2014

Pertanian Terpadu Padi dan Itik di Jepang

Pendahuluan
Keluarga Takao Furuno San melakukan usaha pertanian dengan sekala kecil, mereka mempunyai tanah hanya 2 ha, dimana 1,4 ha digunakan untuk usaha pertanian terpadu padi dan bebek, sisanya yang 0,4 ha digunakan untuk pertanian sayu-mayur tanpa menggunakan pestisida. Pertanian milik keluarga ini mempunyai teikei (pelanggan, pembeli langsung) sebanyak 100 keluarga.
Sepuluh tahun pertama Furuno san memelihara bebek Aigamo, bebek persilangan antara bebek liar dan bebek jinak. Furuno san setiap hari bangun pagi-pagi dan menghabiskan waktunya bekerja di sawah padi di bawah terik sinar matahari. Setelah selama sepuluh tahun bergelut dengan bebek Aigamo, Furuno san sangat mensyukuri pengalamannya yang penuh tantangan tersebut. Pada 12 tahun terakhir dia mengabdikan tenaganya untuk penelitian lapangan tentang pertanian terpadu padi dan bebek.
Apabila petani Asia menanam padi biasanya akan selalu ditemui bebek. Sawah padi dan bebek mempunyai hubungan yang sangat dekat dan tidak dapat dipisahkan. Akan tetapi bebek pada umumnya dipandang rendah di beberapa negara. Di Jepang terdapat ungkapan perasaan “klesotan bebek”. Di Indonesia orang yang hanya sukanya mengikut saja disebut “Membebek”. Di Vietnam orang bilang “Jika kamu ingin kaya peliharalah ikan, jika kamu ingin memperoleh uang peliharalah babi, jika kamu ingin miskin peliharalah bebek”. Akan tetapi, jika bebek dan tanaman padi digabungkan dalam pertanian terpadu padi dan bebek, akan menjungkirbalikan pepatah tersebut diatas. Sehingga kita perlu mempertimbangkan kembali pemanfaatan bebek dalam usaha pertanian.

Ide dasar
Apakah yang dimaksud pertanian terpadu padi dan bebek ? Furuno san menjawab dengan definisi sederhana istilah tersebut dimulai dengan pengertian umum. Bebek Aigamo adalah hasil persilangan antara pejantan bebek liar dan betina yang telah diternakan. Dia memelihara bebek Aigamo di sawahnya yang ditanami padi karena mempunyai daya tahan yang kuat, dagingnya enak, dan dapat bekerja dengan baik. Dia menganjurkan agar kita menggunakan bebek asal negara kita masing-masing.
Unggas air dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu bebek asli, angsa dan bebek Muscovy. Diantara ketiga bebek ini, bebek Muscovy merupakan bebek yang paling lemah terhadap air sehingga tidak cocok untuk pertanian terbadu dengan padi. Begitu juga angsa juga tidak cocok untuk pertanian terpadu dengan padi karena angsa suka memakan daun padi. Bebek biasa dengan ukuran yang kecil paling baik untuk dipelihara sawah padi. Teknik umum pertanian padi dan bebek yang dia laksanakan adalah sebagai berikut:
  1. Sawah padi ditutup dengan pagar bambu, jaring, aliran listrik, dan bahan-bahan lainnya. Penutupan sawah ini bertujuan untuk menjaga bebek dari terkaman predator (pemangsa bebek) dan mencegah bebek lepas keluar sawah.
  2. Satu sampai dua minggu setelah penanaman bibit padi, anak bebek yang berumur 1-2 minggu dilepas di sawah dengan jumlah yang proporsional yaitu 20-30 ekor per 10 are.
  3. Anak bebek dipelihara dengan cara melepaskannya di sawah baik siang maupun malam sampai dengan saatnya bulir padi terbentuk (di Jepang sekitar 2-3 bulan). Seperti dilakukan di pedesaan di Negara Asia pada umumnya bebek hanya dilepas di sawah pada siang hari saja kemudian digiring masuk kandang pada sore hari dengan alasan untuk mencegah bebek tersebut dicuri orang.
  4. Untuk percobaan, dilepaskan anak Aigamo di sawah padi setelah penanaman bibit padi. Anak bebek akan berenang keseluruh penjuru sawah padi, dengan rakus memakan rumput liar (gulma), serangga, katak, berudu dan lumpur di sawah padi. Anak bebek ini akan tumbuh dengan cepat. Tanaman padinya akan terbajak dengan baik, keluar cabang dengan baik, dan tumbuh dengan pesat.
    1. 1.      Pertanian terpadu padi dan bebek tidak hanya teknik penyiangan
Melepaskan unggas air ke sawah padi merupakan perkerjaan yang sangat sederhana. Akan tetapi keberhasilan kegiatan ini sangat bervariasi tergantung kepada orang, negara dan waktu. Yang sangat menarik, masih banyak orang yang beranggapan bahwa bebek Aigamo hanya digunakan untuk penyiangan saja. Menurut teknik pertanian terpadu padi dan bebek ini, sawah padi ditutup dengan pagar beraliran listrik, jaring dan sebagainya, bertujuan untuk menciptakan lingkungan dimana bebek Aigamo dan padi dapat menjalin simbiose yang saling menguntungkan. Furuno san menyebut simbiose ini sebagai “Dunia satu bebek dapat manfaat banyak”. Pertanian padi dan bebek telah terpadu dalam sawah padi secara organis.
Bebek mempunyai 6 manfaat untuk budidaya padi:
1. Manfaat untuk penyiangan,
2. Manfaat pengemdalian hama penyakit,
3. Manfaat pemupukan,
4. Manfaat pembajakan dan penggemburan tanah sepanjang waktu,
5. Manfaat mengendalikan keong emas,
6. Manfaat stimulasi pertumbuhan padi.
Di sisi lain sawah padi mempunyai manfaat untuk pemeliharaan bebek seperti berikut:
1. Penggunaan sumber alami sebagi makanan seperti gulma, serangga, air tanaman,
2. Penggunaan ruang yang tersisa di sawah padi sebagai habitat bebek,
3. Penggunaan air yang berlimpah,
4. Sebagai tempat bebek bersembunyi dibawah daun padi.
Pada tahun belakangan ini, sistem ini menjadi bertambah variasi dan kreasinya dengan adanya penambahan ikan, azolla, dan peningkatan-nitrogen.
  1. 2.      Gulma dan serangga ada untuk tanaman padi
Tidak ada sesuatupun didunia ini yang tidak mempunyai manfaatnya. Semua akan berjalan sesuai dengan aturan yang telah diciptakan dalam ekosistem di planet bumi ini.
Memang benar di sawah padi terdapatnya gulma dan hama penyakit. Akan tetapi, dalam pertanian modern, pendapat manusia tentang bercocok tanam padi telah didengungkan secara berlebihan bahwa gulma dan hama penyakit dijastifikasi hanya sebagai makhluk hidup yang selalu berbahaya dan mengganggu yang harus diberantas.
Banyak orang telah mengendalikan dan memberantasnya dengan herbisida dan pestisida. Akan tetapi siatuasi akan berubah sama sekali apabila bebek dilepas di sawah padi. Opini yang telah dibangun tersebut di atas segera terbukti sebaliknya. Menarik sekali serangga dan gulma yang kita anggap sebagai “makhluk jelek” menjadi makanan yang sangat berguna untuk bebek, dan dapat dirubah menjadi daging, sedangkan kotoran bebek menjadi pupuk tanaman padi, dan dirubah menjadi beras. Akhirnya terhidanglah makanan berupa daging dan nasi yang menjadi santapan lezat kita.
Furuno san berkata bahwa cerita ini adalah lelucon, tetapi beberapa tahun kemudian, apa yang dikatakan menjadi kenyataan. Teknik ini terdapat sedikit kontradiksi. Empat atau lima minggu setelah melepas bebek ke sawah padi, jumlah gulma dan serangga menurun secara tajam sebagai hasil dari “efek bebek”. Ini adalah dampak alami yang ditimbulkannya dan yang kita inginkan. Akan tetapi keadaan ini juga bisa menimbulkan penurunan persediaan alami makanan bebek di sawah padi.
Maka dari itu kemudian muncul ide baru, Furuno san mulai menumbuhkan gulma yang disebut azolla sebagai “tanaman pakan” di sawah padi untuk makanan bebek. Dengan kata lain, Furuno san aktif menumbuhkan gulma di sawah padi. Kita dapat menyebutnya sebagai suatu pembalikan pemikiran yang terbalik.
3. Perbandingan dengan pertanian padi modern
Pertanian terpadu padi dan bebek sama sekali bukan teknik pertanian baru. Teknik ini merupakan penemuan kembali dan pembangunan kembali teknik lama. Akan menjadi jelas ketika kita membandingkannya dengan pertanian modern. Pertanian padi modern menggunakan metoda tunggal untuk menangani masalah, yaitu dengan mengaplikasikan herbisida untuk memberantas gulma, dan menggunakan pestisida dan bahan kimia lain untuk memberantas hama dan penyakit tumbuhan, dan menggunakan pupuk kimia untuk menyediakan unsur hara tanah. Cara ini merupakan pendekatan “Plester penutup luka”, mengobati satu demi satu gejala yang tampak. Akan tetapi bebek dapat melakukan sendiri semua peran tersebut. Hal ini merupakan kunci menuju teknik yang sempurna, “Bebek satu – berkat berlimpah”.
  1. 3.      Bebek sebagai binatang pekerja yang bahagia
Pertanian model lama, begitu mudahnya menggunakan pestida, herbisida, dan pupuk kimia, tetapi mereka perlu input dari luar lainnya yaitu perlu tenaga untuk menyemprotkannya pada hamparan sawah padi. Dan kalau menggunakan mesin spray, diperlukan orang lagi untuk menjalankan mesin tersebut.
Akan tetapi, pada pertanian terpadu padi dan bebek, bebek di sawah padi dapat melakukan semua aktifitas baik penyiangan gulma, pembasmian hama, maupun pemupukan. Tidak diperlukan manejemen yang sulit .atau input tenaga tambahan banyak. Maka dari itu bebek disebut “tenaga kerja binatang”. Tenaga kerja bebek sama sekali berbeda dengan tenaga kerja binatang lain seperti kuda untuk menarik muatan barang yang berat atau sapi yang digunakan untuk membajak sawah.
Kuda dan sapi dipekerjakan di lapangan mengeluarkan energi banyak, sedangkan bebek melaksanakan kerjanya sambil makan, bermain, buang kotoran dan tidur, kegiatan yang menyenangkan. Sebagai hasil bebek dan padi tumbuh secara alami. Sebenarnya bebek tersebut tidak bekerja dengan perintah tertentu, tetapi bebek dapat bergerak bebas dan senang. Kita dapat mengatakan disini bahwa bebek merupakan “binatang pekerja yang bahagia”
Bebek dapat bermain dan bergerak lebih bebas di sawah padi, dibanding broiler yang berada dalam kandang ayam yang padat dan sedikit angin. Furuno san suka pada pertanian terpadu padi dan bebek sebagai “peternakan bebas”.
Bebek tidak hanya bekerja, tetapi juga memupuk padi dan melakukan banyak peran. Pertanian terpadu padi dan bebek dapat kita dinikmati. Metoda peternakan ini dengan jelas dapat memanfaatkan potensi secara penuh peternakan di Asia.
5. Potensi ketahanan siklus ekosistem
5.1. Petanian padi modern menciptakan sistem yang melemah
Pada setiap pertengahan bulan Juni kita dapat menikmati keindahan pemandangan sawah padi di seluruh Jepang. Dalam rangka mengurangi timbulnya gulma, hama, dan penyakit, pada pertanian organik tradisional, dalam penanaman sayur-sayuran, biasa dilakukan pergantian komoditi tanaman, pergantian lahan, dan tumpangsari tanaman dengan menggunakan berbagai varietas sayur-sayuran. Akan tetapi pada pertanian padi modern, hanya difokuskan pada produksi jangka pendek dengan menggunakan sedikit pekerja. Pada kasus pertanian padi organik, juga hanya satu jenis komoditi yang ditanam.
5.2. Diversifikasi yang kreatif
Dengan melepas bebek dalam satu tanaman monoculture padi saja, kita dapat meningkatkan keanekaragaman tumbuhan sambil mengendalikan pertumbuhan (seperti diversifikasi) gulma dan hama penyakit. Kalau kita dapat membuat ekosistem yang baru dan beranekaragam dimana padi, bebek dan tanaman air tumbuh bersama. Ini yang diinginkan dalam pertanian terpadu padi dan bebek. Sejak tahun 1993, Furuno san berusaha meneruskan peningkatan keaneragaman dengan memasukan azolla, paku air untuk peningkatan nitrogen ke dalam sawah padi dan bebek. Yang menarik dalam pertanian terpadu padi bebek adalah bagaimana meningkatan keaneragaman secara kreatif yang dapat meningkatkan produktivitas.
5.3. Pertanian padi sebagai siklus ekosistem yang kekal
Untuk memperlihatkan dengan jelas ciri khas pertanian terpadu padi dan bebek, Furuno san membuat perbandingan sekema siklus ekosistem “pertanian padi modern”, “pertanian padi organik” dan “pertanian terbadu padi dan bebek”. Pengembangan pertanian padi modern dengan ciri melakukan penggantian tenaga kerja dengan sejumlah energi bahan bakar fosil yang diimpor disertai input eksternal lainnya.
Pada pertanian padi organik, polusi yang ditimbulkan relatif lebih sedikit, karena tidak menggunakan pupuk kimia maupun bahan kimia lain yang diproduksi secara industri. Akan tetapi Jepang sangat tergantung pada sumber bahan baku asal luar negeri sebagai material untuk pembuatan pupuk kompos dan organik. Dapat dikatakan bahwa padi organik yang tumbuh di Jepang bertumpu pada kesuburan tanah luar negeri. Akan tetapi pada kasus pertanian terpadu padi dan bebek, hanya diperlukan sedikit input eksternal. Gulma dan serangga dimakan oleh bebek, sedangkan bebek memberikan dampak peningkatan pertumbuhan tanaman padi. Pertanian terpadu padi dan bebek lebih kekal dan mempunyai siklus lebih baik dari pada metoda lain.
Pertanian terpadu padi, bebek dan azolla merupakan jalan kreatif untuk menciptakan siklus ekosistem produktif yang kekal.
 Sumber: Farming Japan Vol.43-3, 2009
 Posted by Pudjiatmoko, PhD at JOURNAL ATANI TOKYO

Tidak ada komentar: