Indonesia
merupakan negara pengimpor beras terbesar namun, pada tahun 1984 menjadi
negara yang mampu swasembada pangan terutama beras. Keberhasilan
tersebut tidak terlepas oleh dukungan teknologi dengan penggunaan bahan
kimia baik untuk pupuk dan pestisida. Bahkan sampai saat ini para petani
dalam usaha taninya masih sangat tergantung pada pupuk dan pestisida
kimia (An – Organik. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian pupuk dan
pesetisida kimia pada tanaman akan berakibat sangat buruk terhadap
lingkungan hidup, tanah mengalami kelelahan, hama tanaman semakin
semarak dan beraneka ragam karena musuh alami yang ada ikut terbunuh
oleh bahan kimia melalui pupuk dan pestisida itu sendiri serta kualitas
produk semakin tidak sesuai dengan harapan konsumen karena kandungan
residu zat kimia semakin tinggi.
Dalam rangka
menghadapi persaingan pasar yang semakin terbuka secara Nasional dan
Internasional di era saat ini, dimana konsumen mengharapkan adanya
produk pertanian yang kandungan residu bahan kimianya rendah bahkan nol,
maka petani dituntut untuk merubah pola pertaniannya. Pola pertanian
yang dapat diterapkan adalah Pertanian Berkelanjutan dengan sistem
pertanian Organik. Lahan pertanian saat ini secara umum sudah pada
tingkat yang sangat serius, sehingga upaya pemulihan tingkat kesuburan
tanah dengan pemakaian bahan organik adalah mutlak harus dilaksanakan
secara serentak dalam bentuk Gerakan Massal.
Produk Pertanian Organik
(Sumber : http://gratiapanduutami.wordpress.com/2011/12/21/orang-dulu-dengan-orang-sekarang/)
Akhir akhir ini di
kalangan praktisi, ilmuan, dan petani marak di gunakan istilah produk
organik, mulai dari makanan organik seperti sayur organik, beras
organik, buah organik, bahkan sampai ayam atau sapi organik. Selain di
bidang pangan juga di gunakan istilah fashion organic dan mainan
organik. Lebih jauh lagi mulai banyak di kenal pengobatan secara organik
yang tidak lain mensuplai pasien dengan dengan makanan. Seiring dengan
peningkatan pendapatan, pendidikan serta wawasan beberapa kalangan
masyarakat Indonesia mulai berkembang pangsa pasar produk organik di
tanah air.
Trend pertanian
organik di Indonesia, mulai dikenalkan oleh beberapa petani yang sudah
mampu dan memahami keunggulan sistim pertanian organik tersebut.
Beberapa ekspatriat yang sudah lama hidup di Indonesia, memilki lahan
yang luas dan ikut membantu mengembangkan aliran petani organik tersebut
ke penduduk sekitarnya. Kemudian beberapa mantan perwira yang memiliki
hobi bercocok tanam dan juga sekarang beramai-ramai mulai membenahi
lahan luas yang dimiliki mereka dan mempekerjakan penduduk sekitarnya
sekaligus alih teknologi. Meskipun beberapa petani sudah mulai
mengembangkan dan bertani organik sejak lama, sebagai contoh kebun
pertanian organik Agatho di Cisarua sudah lebih 20 tahun eksis dalam
sistim pertanian organik, namun perkembangan pertanian organik di
Indonesia baru dimulai sejak 4-5 tahun yang lalu, jauh tertinggal
dibandingkan dengan berkembang lainnya. Namun petani di Indonesia Juga
semakin termotivasi juga untuk mengembangkan system pertanian terpadu
yang di dalamnya menerapkan sistem pertanian organik.
Pertanian terpadu
pada hakekatnya adalah memanfaatkan potensi energi sehingga dapat
dipanen secara seimbang.pertanian melibatkan makhluk hidup dalam suatu
atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta
jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan pertanian terpadu
ada peningkatan bahan organik dalam tanah, penyerapan karbon lebih
rendah dibanding pertanian konvensional yang menggunakan pupuk nitrogen
dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara
efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada
dalam suatu kawasan. Pada kawasan tersebut sebaiknya terdapat sektor
produksi tanaman, peternakan maupn perikanaan.
Keberadaan sektor-
sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang
lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah dan
penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi
akan tercapai. Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian
terpadu adalah petani akan memiliki beragam sumber penghasilan.Sistem
pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan
polikultur.seorang petani bisa menanaman padi dan bisa juga beternak
kambing atau ayam dan juga menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh
ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu
membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani bisa mengandalkan daging
atau menjual telur ayam atau bahkan menjual kambing untuk medapatkan
penghasilan.
PERTANIAN ORGANIK
Akhir-akhir ini
dan kedepan masyarakat dunia mulai sadar akan bahaya dan dampak negative
yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintesis dalam bidang
pertanian. Orang semakin arif memilih bahan pangan yang aman bagi
kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat makin menggaung
mengurangi dominasi pola hidup lama yang mengandalkan penggunaan bahan
kimia non alami, seperti pupuk anorganik, pestisida kimia sintesis dan
hormone tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi
dapat diproduksi dengan cara yang dikenal sebagai pertanian organik.
Pertanian organik
(Organic Farming) adalah suatu sistem pertanian yang mendorong tanaman
dan tanah tetap sehat melalui cara pengelolaan tanah dan tanaman yang
disyaratkan dengan pemanfaatan bahan-bahan organik atau alamiah sebagai
input, dan menghindari penggunaan pupuk buatan dan pestisida kecuali
untuk bahan-bahan yang diperkenankan ( IASA, 1990).
Produk organik
adalah produk (hasil tanaman/ternak yang diproduksi melalui
praktek-praktek yang secara ekologi, sosial ekonomi berkelanjutan, dan
mutunya baik (nilai gizi dan keamanan terhadap racun terjamin). Oleh
karena itu pertanian organik tidak berarti hanya meninggalkan praktek
pemberian bahan non organik, tetapi juga harus memperhatikan cara-cara
budidaya lain, misalnya pengemdalian erosi, penyiangan pemupukan,
pengendalian hama dengan bahan organik atau non organik yang diizinkan.
Sistem pertanian
yang sama sekali tidak menggunakan input kimia anorganik (kecuali yang
diizinkan) tetapi hanya menggunakan bahan alami berupa bahan atau pupuk
organik. Sistem pertanian yang menggunakan bahan organic sebagai salah
satu masukan yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan suplemen pupuk
buatan (kimia anorganik), disertai dengan aplikasi herbisida dan
pestisida secara selektif dan rasional dinamakan Sistem Pertanian
Organik Rasional (Fagi dan Las, 2007).
Tujuan utama
pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama
bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen dan tidak
merusak lingkungan. Slogan “hidup sehat” telah melembaga secara
internasional sehingga produk-produk pertanian disyaratkan memiliki
atribut jaminan mutu “ aman konsumsi (food safety attributes), kandungan
nutrisi tinggi (nutritional attributes), dan ramah lingkungan
(eco-labelling attributes). Selain itu, juga bertujuan untuk
meningkatkan siklus biologi dengan melibatkan mikro organism, flora,
fauna, tanah, mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah,
meningkatkan segala bentuk polusi dan mempertimbangkan dampak social
ekologi yang lebih luas.
Pengelolaan
pertanian yang berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan
sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga
dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi
sekarang dan generasi mendatang. Pemilihan komoditas dan areal usaha
yang cocok merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan pertanian
berkelanjutan, komoditas harus yang menguntungkan secara ekonomis,
masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan dibudidayakan pada
lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan
secara ekonomis.
Produk Organik dari
suatu sistem pertanian organik dalam konteks pertanian organik standar
tentunya mangacu pada sistem pertanian organik absolut. Selama ini
kalangan masyarakat masih menganggap bahwa pertanian organik adalah
produk yang dihasilkan dari suatu lahan yang telah menggunakan bahan
organik dalam proses produksinya, sekalipun dalam sistem produksi masih
digunakan pupuk/pestisida anorganik atau belum memenuhi standar organik
yang ditetapkan oleh IFOAM. Pandangan ini perlu diluruskan agar tidak
mengecewakan dikemudian hari.
Beberapa perinsip
dasar yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pertanian organik
adalah: (1) pemanfaatan sumberdaya alam untuk pengembangan agribisnis
hortikultura secara lestari sesuai dengan kemampuan dan daya dukung
alam, (2) proses produksi usahatani itu sendiri dilakukan secara akrab
lingkungan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dan eksternalitas
pada masyarakat, (3) penanganan dan pengolahan hasil,
distribusi/pemasaran, serta pemanfaatan produk tidak menimbulkan masalah
pada lingkungan, (4) produk yang dihasilkan harus menguntungkan secara
bisnis, memenuhi preferensi konsumen dan aman konsumsi.
PERTANIAN TERPADU
Sistem pertanian
terpadu adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan mendaur ulang
menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan suatu ekosistem
yang meniru cara alam bekerja. Satu praktek budidaya aneka
tanaman/aneka kultur yang beragam dimana output dari salah satu budidaya
menjadi input kultur lainnya sehingga meningkatkan kesuburan tanah
dengan tindakan alami menyeimbangkan semua unsur hara organik yang pada
akhirnya membuka jalan untuk pertanian organik ramah lingkungan dan
berkelanjutan.
Sistem Pertanian
terpadu merupakan sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian,
peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan
pertanian dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu
solusi bagi peningkatan produktivitas lahan, program pembangunan dan
konservasi lingkungan, serta pengembangan desa secara terpadu.
Diharapkan kebutuhan jangka pendek, mene-ngah, dan panjang petani berupa
pangan, sandang dan papan akan tercukupi dengan sistem pertanian ini.
Integrasi Ternak Sapi dan Tanaman Padi
(Sumber : http://politik.kompasiana.com/2010/07/01/petani-kita-mati-pelan-pelan/)
Model pertanian
terpadu dalam satu siklus biologi (Integrated Bio Cycle Farming)yang
tidak ada limbah, semua bermanfaat. Limbah pertanian untuk pakan ternak
dan limbah peternakan diolah jadi biogas dan kompos sehingga impian
membentuk masyarakat tani yang makmur dan mandiri terkonsep dengan
jelas.
Konsep terapan
pertanian terpadu akan menghasilkan F4 yang sebenarnya adalah langkah
pengamanan terhadap ketahanan dan ketersediaan pangan dan energi secara
regional maupun nasional, terutama pada kawasan kawasan remote area dari
jajaran kepulauan Indonesia.
1. FOOD; Pangan
manusia (beras, jagung, kedelai, kacang-kacangan, jamur, sayuran, dll.),
produk peternakan (daging, susu, telor, dll.), produk budi-daya ikan
air tawar (lele, mujair, nila, gurame, dll.) dan hasil perkebunan
(salak, kayumanis, sirsak, dll.
2. FEED; Pakan
ternak termasuk di dalamnya ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau,
kelinci), ternak unggas (ayam, itik, entok, angsa, burung dara, dll.),
pakan ikan budidaya air tawar (ikan hias dan ikan konsumsi). Dari
budidaya tanaman padi akan dihasilkan produk utama beras dan produk
sampingan bekatul, sekam padi, jerami dan kawul, semua produk sampingan
apabila diproses lanjut masih mempunyai kegunaan dan nilai ekonomis yang
layak kelola. Jerami dan malai kosong (kawul) dapat disimpan sebagai
hay (bahan pakan kering) untuk ternak ruminansia atau dibuat silage
(makanan hijau terfermentasi), sedangkan bekatul sudah tidak asing lagi
sebagai bahan pencampur pakan ternak (ruminansia, unggas dan ikan).
Pakan ternak ini berupa pakan hijauan dari tanaman pagar, azolla, dan
eceng gondok.
3. FUEL; Akan
dihasilkan energi dalam berbagai bentuk mulai energi panas (bio gas)
untuk kebutuhan domestik/masak memasak, energi panas untuk industri
makanan di kawasan pedesaan juga untuk industri kecil. Hasil akhir dari
bio gas adalah bio fertilizer berupa pupuk organik cair dan kompos.
Pemakaian tenaga langsung lembu untuk penarik pedati, kerbau untuk
meng-olah lahan pertanian sebenarnya adalah produk berbentuk
fuel/energi. Sekam padi dapat dikonversi menjadi energi (pembakaran
langsung maupun gasifikasi) dan masih akan menghasilkan abu maupun arang
sekam yang dapat diimplementasikan sebagai pupuk organik.
4. FERTILIZER;
Sisa produk pertanian melalui proses decomposer maupun pirolisis akan
menghasilkan organic fertilizer dengan berbagai kandungan unsur hara dan
C-organik yang relative tinggi. Bio/organic fertilizer bukan hanya
sebagai penyubur tetapi juga sebagai perawat tanah (soil conditioner),
yang dari sisi keekonomisan maupun karakter hasil produknya tidak kalah
dengan pupuk buatan (anorganik fertilizer) bahkan pada kondisi tertentu
akan dihasil-kan bio pestisida (dari asap cair yang dihasilkan pada
proses pirolisis gasifikasi) yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet
makanan yang tidak berbahaya (bio preservative).
KAITAN PETERNAKAN DENGAN PERTANIAN TERPADU
Peternakan di
Indonesia merupakan fungsi dari produktivitas, konservasi, dan
kesejahteraan ternak lokal. Pemanfaatan ternak lokal untuk memenuhi
kebutuhan protein hewani dan kebutuhan energi terbarukan (energi biogas)
harus terus digalakkan demi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Berbagai upaya bisa dilakukan guna meningkatkan
produktivitas, mempertahankan konservasi, dan meningkatkan kesejahteraan
ternak lokal. Salah satu satunya adalah dengan menerapkan ilmu teknik
pertanian dalam bidang peternakan. Kebutuhan rotein hewani dari ternak,
seperti: daging, telor, dan susu, akan semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan kemajuan di bidang teknologi pengolahan
produk ternak. Kebutuhan akan protein hewani tersebut dan kebutuhan
lainnya yang terkait dengan peternakan akan dapat terpenuhi apabila
manusia dapat memanfaatkan sumber daya alam dan hayati dalam suatu
sistem pertanian terpadu.
Dalam suatu
sistem pertanian terpadu (integrated farming system) terkait hubungan
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya hayati untuk memenuhi
kebutuhan hidup, baik manusia, hewan ternak, maupun tanaman. Manusia
membutuhkan protein hewani yang disediakan oleh hewan ternak, dan
membutuhkan karbohidrat dan protein nabati yang disediakan oleh tanaman.
Hewan ternak membutuhkan karbohidrat dan protein nabati yang disediakan
oleh tanaman. Tanaman membutuhkan nutrisi yang bisa diperoleh dari
pupuk kandang dan pupuk cair yang disediakan oleh hewan ternak. Dalam
hal ini, ketiga makhluk hidup tersebut membutuhkan air yang disediakan
oleh alam. Manusia, dengan pengetahuan dan akal pikirannya berupaya
untuk mengelola sumber daya alam dan hayati sedemikian rupa sehingga
selalu terjamin kebutuhan hidup sehari-hari, yaitu protein hewani,
karbohidrat, protein nabati, air, dan energi bahan bakar. Peran hewan
ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia tersebut adalah cukup
besar, sehingga perlu ada upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak,
konservasi populasi, dan kesejahteraan ternak.
Produktivitas,
konservasi populasi, dan kesejahteraan ternak merupakan fungsi dari
pakan ternak, konstruksi kandang, teknik reproduksi ternak, dan teknik
penangkaran. Produktivitas ternak bisa meningkat apabila terpenuhi
kebutuhan karbohidrat dan protein nabati yang diperoleh dari hasil
budidaya tanaman. Disamping itu, dengan didukung oleh konstruksi kandang
yang memadai dan dengan mengaplikasikan teknik reproduksi ternak yang
tepat memungkinkan hewan-hewan ternak dapat berkembangbiak dengan baik,
terjaga populasinya, dan merasa dihargai peranannya sehingga
kesejahteraannya terjamin. Hewan-hewan ternak yang dibudidayakan di luar
kandang, atau dibiarkan lepas di lapangan, harus diketahui jarak atau
areal jelajahnya agar tetap dapat dipantau/dimonitor keberadaannya,
perkembangbiakannya, populasinya, dan juga kesejahteraannya.
Reijntjes et.al.,
(1999) mengatakan, hewan atau ternak bisa beragam fungsi dalam sistem
usaha tani lahan sempit, hewan memberikan berbagai produk, seperti
daging, susu, telur, wol, dan kulit. Selain itu, hewan juga memiliki
fungsi sosio kultural, misalnya sebagai mas kawin, untuk pesta upacara
dan sebagai hadiah atau pinjaman yang memperkuat ikatan sosial. Dalam
kondisi input luar rendah, integrasi ternak ke dalam sistem pertanian
penting, khususnya untuk :
- Meningkatkan jaminan subsistens dengan memperbanyak jenis-jenis usaha untuk menghasilkan pangan bagi keluarga petani.
- Memindahkan unsur hara dan energi antara hewan dan tanaman melalui pupuk kandang dan pakan dari daerah pertanian dan melalui pemanfaatan hewan penarik.
SISTEM INTEGRASI PADI DAN TERNAK SAPI
Pola integrasi
antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian
terpadu, adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola
ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan
pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah
karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian
digunakan untuk pakan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman
dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka
memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman
haruslah saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan,
sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan
keuntungan hasil usaha taninya.
Konsep pertanian
terpadu ini perlu digalakkan, mengingat sistem ini disamping menunjang
pola pertanian organik yang ramah lingkungan, juga mampu meningkatkan
usaha peternakan. Komoditas sapi merupakan salah satu komoditas yang
penting yang harus terus ditingkatkan, sehingga di harapkan mampu
mencapai kecukupan daging nasional. Oleh karena itu upaya ini dapat
digalakan pada tingkat petani baik dalam rangka penggemukan ataupun
dalam perbanyakan populasi, serta produksi susu. Dengan meningkatnya
populasi ternak sapi akan mampu menjamin ketersediaan pupuk kandang di
lahan pertanian. Sehingga program pertanian organik dapat terlaksana
dengan baik, kesuburan tanah dapat terjaga, dan pertanian bisa
berkelanjutan. Beragamnya pemeliharaan ternak memperluas strategi
penurunan risiko budidaya tanaman ganda hingga akan meningkatkan
stabilitas ekonomi sistem usaha tani.
Sistem produksi
ternak herbivora yang dikombinasikan dengan lahan-lahan pertanian dapat
disesuaikan dengan keadaan tanaman pangan. Ternak tidak berkompetisi
pada lahan yang sama. Tanaman pangan dengan komponen utama dan ternak
menjadi komponen kedua. Ternak dapat digembalakan dipinggir atau pada
lahan yang belum ditanami dan pada lahan setelah pemanenan hasil
sehingga ternak dapat memanfaatkan limbah tanaman pangan, gulma, rumput,
semak dan hijauan pakan yang tumbuh di sekitar tempat tersebut.
Sebaliknya ternak dapat mengembalikan unsur hara dan memperbaiki
struktur tanah melalui urin dan fecesnya.
Output dari Ternak Sapi berupa Urine dan Pupuk Kandang
(Sumber : http://genuardis.net/kandang/kandang-sapi-lama.htm)
Salah satu dari
program pembangunan pertanian adalah program Sistem Integrasi Padi
Ternak (SIPT) lazimnya disebut juga dengan istilah Crop Livestock System
(CLS). Tujuan program SIPT ini adalah pengembangan penggemukan ternak
sapi potong berbasis tanaman pangan. Program ini pada intinya
mengupayakan peningkatan produksi daging ternak sapi potong dan
sekaligus upaya peningkatan produksi pangan melalui kegiatan
pemeliharaan sapi pada areal lahan tanaman pangan beririgasi. Dasar
pertimbangan dari program ini adalah kegiatan produksi pertanian tanaman
pangan dan ternak dengan prinsip zero waste. Keterpaduan padi ternak
ini diharapkan dapat menghemat penggunaan pakan ternak, pupuk dan lahan,
serta biaya semurah mungkin sehingga produksi ternak dan padi yang
dihasilkan lebih meningkatkan pendapatan petani.
Program SIPT
merupakan salah satu alternatif dalam meningkatkan produksi padi,
daging, susu, dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani (Hayanto B,
et.al., 2002). Badan Litbang Pertanian telah meneliti dan mengkaji SIPT
dengan pendekatan zero waste. Zero waste adalah mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya lokal seperti pemanfaatan jerami sebagai pakan
ternak dan kotoran ternak sapi untuk diproses menjadi pupuk organik.
Artinya memperbaiki unsur hara yang dibutuhkan tanaman sehingga tidak
ada limbah yang terbuang (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2002).
Ciri utama
integrasi tanaman ternak adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang
saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. Petani memanfaatkan
kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tamanannya, kemudian
memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak (Ismail dan
Djajanegara, 2004). Pada model integrasi tanaman ternak, petani
mengatasi permasalahan ketersediaan pakan dengan memanfaatkan limbah
tanaman seperti jerami padi, jerami jagung, limbah kacang-kacangan, dan
limbah pertanian lainnya. Terutama pada musim kering, limbah ini bisa
menyediakan pakan berkisar 33,3% dari total rumput yang diberikan
(Kariyasa, 2003). Kelebihan dari adanya pemanfaatan limbah adalah
disamping mampu meningkatkan ketahanan pakan khususnya pada musim kering
juga mampu menghemat tenaga kerja dalam kegiatan mencari rumput,
sehingga memberi peluang bagi petani untuk meningkatkan jumlah skala
pemeliharaan ternak.
Pemanfaatan kotoran
sapi sebagai pupuk organik disamping mampu menghemat penggunaan pupuk
anorganik, juga sekaligus mampu memperbaiki struktur dan ketersediaan
unsur hara tanah. Dampak ini terlihat dengan meningkatnya produktivitas
lahan. Hasil kajian Adnyana, et.al (2003) menunjukkan bahwa model CLS
yang dikembangkan petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur mampu mengurangi
penggunaan pupuk anorganik 25-33% dan meningkatkan produktivitas padi
20-29%. Hasil temuan serupa oleh Bulu, et.al (2004) di Provinsi NTB
bahwa model CLS yang diterapkan petani mampu meningkatkan pendapatan
sekitar 8,4%. Hasil temuan tersebut diperkuat oleh model CLS yang
diterapkan petani di Bali, terbukti juga mampu menghemat pengeluaran
biaya pupuk sebesar 25,2% dan meningkatkan pendapatan petani sebesar
41,4% (Sudaratmaja, et.al, 2004). Demikian juga hasil kajian Suwono,
et.al (2004) di Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa semua petani
mengatakan penggunaan pupuk organik mampu mengurangi penggunaan pupuk
anorganik, walaupun pada prakteknya petani tidak mengurangi penggunaan
pupuk anorganik secara signifikan.
Konsep integrasi
ternak dalam usaha tani tanaman, baik itu tanaman perkebunan, pangan,
atau hortikultura adalah menempatkan dan mengusahakan sejumlah ternak,
tanpa mengurangi aktifitas dan produktifitas tanaman. Bahkan keberadaan
ternak ini harus dapat meningkatkan produktifitas tanaman sekaligus
dengan produksi ternaknya. Pengelolaan ternak dalam hal ini dilaksanakan
oleh keluarga petani yang dalam waktu bersamaan melaksanakan produksi
tanaman. Oleh karena itu, pasokan untuk menunjang pengelolaan ternak
sebagian besar diharapkan dapat diperoleh dari sisa hasil pertanian
tanaman, meskipun sebagian kecil pasokan harus diperoleh dari luar.
Sebagai konsekwensinya adalah keluarga petani tanaman yang akan
mengusaha tanikan integrasi ternak dalam tanamannya, harus menguasai
teknik pemeliharaan dan pemanfaatan ternak secara baik, disamping
pengetahuan praktek usaha tani tanamannya, terutama pengetahuan dalam
mengintegrasikan berbagai manfaat ternak pada tanaman dan sebaliknya
(Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, 2010).
Pengembangan sistem
usaha tani terpadu ditujukan untuk upaya peningkatan pendapatan petani
melalui peningkatan produksi padi yang dipadukan dengan usaha ternak
sapi. Dengan adanya jerami padi disetiap musim panen yang dapat
digunakan sebagai pakan ternak karena terdapat dalam jumlah yang banyak,
murah dan mudah diperoleh. Sebaliknya, sapi dapat digunakan untuk
menggarap sawah dan kotorannya dapat dimanfakatkan sebagai pupuk organik
untuk tanaman padi. Hubungan timbal balik antara tanaman padi dan
ternak terutama dalam memanfaatkan limbah, akan menekan biaya produksi
dan mengoptimalkan pendapatan peternak/petani.
Output Tanaman padi berupa Jerami untuk Pakan Sapi
(Sumber : http://www.antarafoto.com/bisnis/v1296535513/panen-padi)
Analisis output
dari peternakan berupa pupuk kandang berupa urin dan feces yang
dihasilkan oleh sapi. Dalam satu tahun sapi dapat menghasilkan pupuk
kandang sekitar 5,4 ton dengan rincian tiap hari menghasilkan 15
kilogram kotoran. Dikaitkan dengan kebutuhan lahan, informasi yang
didapat bahwa sejumlah lima ekor sapi mampu mencukupi kebutuhan pupuk
organik selama satu tahun. Agar kotoran dapat menjadi pupuk kandang
biasanya dilakukan dekomposisi selama 4 bulan agar pupuk kandang dapat
langsung digunakan pada lahan pertanian. Selain output dari hasil pupuk
kandang, peternakan tersebut juga mendapatkan output dari hasil
penjualan ternak. Pemilihan sapi sebagai subsistem utama pertanian
terpadu tersebut sangat tepat. Sapi dapat digunakan sebagai sumber
pemenuh kebutuhan hara bagi pertanian lain. Sebagai pertimbangan bahwa
pada tahun pertama pertanian tersebut memiliki 5 ekor sapi, kemudian
pada tahun kedua dan ketiga berturut-turut sebanyak 10 dan 15 ekor.
Meningkat di tahun ke 4 berjumlah 17 ekor. Dari ke 17 ekor sapi itu
terdiri dari jenis Simental, Limousin dan Berangus. Dari jumlah tersebut
sapi dapat dijual sebagian untuk membantu pemasukan petani. Sisanya
berjumlah 8 ekor sapi tetap dipertahankan untuk pemenuhan kebutuhan hara
dan investasi petani ke depan.
Sapi dapat
berkembang biak dalam waktu yang singkat. Pemeliharaan sapi dengan
penggemukan hanya dengan waktu pemeliharaan 8-12 bulan. Hasil pupuk
kandang dari peternakan yaitu dalam satu hektar lahan pertanian tersebut
dapat dicukupi kebutuhan haranya oleh lima ekor sapi. Satu ekor sapi
dapat memproduksi 15 kilogram kotoran tiap hari sehingga dalam setahun
dapat mencapai 5, 4 ton kotoran yang dimanfaatkan sebagai pupuk. Sistem
pertanian dalam sistem pertanian terpadu berupa penanaman secara
multiple cropping.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KONSEP SIPT
Usaha yang dapat
dilakukan dalam menyukseskan pertanian organik yaitu menerapkan
pertanian terpadu dengan menggabungkan dua subsistem utama yaitu
peternakan dan pertanian. Ternak dapat dipelihara sebagai bagaian yang
integral dalam system pertanian tersebut. Analisis input pada
peternakan ini adalah kebutuhan pakan sapi sebanyak 50 kilogram per
hari. Pakan yang diberikan pada sapi peternakan tersebut adalah jerami.
Terkadang untuk menambah nutrisi pakan jerami biasanya ditambah dengan
pakan konsentrat berupa campuran jagung giling dan katul. Karena
kebutuhan pakan yang cukup banyak, terkadang input dari dalam belum
mampu memenuhi sehingga sebagian kebutuhan mendatangkan pakan dari luar.
Sedangkan air tidak terlalu diperhitungkan karena sapi biasanya
mendapatkan air dari campuran pakan yang telah diberikan.
Tenaga Sapi untuk Bajak Sawah
(Sumber : http://www.bawean.net/2010/04/petani-bawean-kembali-menggarap-sawah.html)
Beberapa keunggulan
konsep sistem integrasi padi dan ternak sapi ini yaitu dapat
meningkatkan produktifitas usaha tani tanaman pangan melalui pemanfaatan
ternak. Selain itu, juga meningkatkan pemanfaatan sisa hasil pertanian
tanaman perkebunan, tanaman pangan atau hortikultura untuk pakan ternak.
Memanfaatkan tenaga ternak dan pupuk kandang dalam usaha tani tanaman.
Kesuburan tanah dalam suatu areal dapat dikembalikan melalui pemanfaatan
pupuk kandang. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan praktis keluarga
petani dalam pengelolaan secara optimum ternak yang diintegrasikan dalam
usaha tani tanaman. Meningkatkan pendapatan keluarga petani pelaksana
program integrasi ternak dalam usaha tani tanaman. Masa perkembangbiakan
sapi yang terbilang cepat juga menjadi kelebihan sistem ini sehingga
dapat membantu kesejahteraan keluarga petani (Buroco, 2012).
Dalam pengembangan
sistem integrasi ternak dan padi ini juga memliki kekurangan seperti
dalam hal penyediaan pakan untuk sapi tergolong banyak untuk setiap
harinya. Dibandingkan dengan hasil jerami yang dihasilkan tiap musim
panen, tentunya tidak dapat menyediakan kebutuhan pakan ternak selama
masa pertumbuhan tanaman. Sehingga, perlu tambahan pakan yang bersumber
dari tanaman lain seperti rumput ataupun limbah panen tanaman lainnya.
Selain itu, pengetahuan petani mengenai pengembangan sapi masih sedikit
sehingga tak jarang dalam pemeliharaannya terkadang ada yang mati
terserang penyakit atau kekurangan makanan yang tentunya merugikan
petani itu sendiri. Mahalnya harga sapi untuk dikembangkan juga menjadi
kendala tersendiri bagi petani untuk mengembangkan sintem integrasi ini
sehingga diperlukan bantuan dari beberapa pihak untuk melaksanakan
sistem tersebut. Selain itu, lahan peternakan yang dimiliki petani masih
terbatas sehingga tak jarang sapi-sapi tersebut dipelihara disekitar
kebun dan dapat mengancam pertumbuhan tanaman padi milik petani.
PERANAN SIPT DALAM MENDUKUNG PERTANIAN ORGANIK
Pengaruh jangka
panjang dari perkembangan dunia pertanian dan industri dalam sistem
petanian modern, ternyata menghasilkan dampak negatif yang besar
terhadap ekosistim alam. Pencemaran oleh bahan-bahan kimia beracun
akibat tingginya intensitas pemakaian pupuk, pestisida dan herbisida
telah lama diketahui. Demikian pula dengan ketahanan (resistensi) hama
yang semakin meningkat terhadap pestisida akibat penyemprotan yang
semakin tinggi serta pencemaran air tanah maupun sungai oleh senyawa
nitrat akibat peggunaan pupuk yang berlebihan. Pertanian modern juga
telah mengurangi keragaman spesies tanaman secara drastis akibat
penerapan sistem monokultur secara besar-besaran. Ekosistem alam yang
semula tersusun sangat kompleks, berubah menjadi ekosistem yang
susunannya sangat sederhana akibat berkurangnya spesies tanaman
tersebut. Hal ini bertentangan dengan konsep pertanian organik, yang
selain memperhatikan pemenuhan kebutuhan manusia yang selalu meningkat
dan berubah, sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas
lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.
Sistem pertanian
semakin tergantung pada input-input luar sebagai berikut: kimia buatan
(pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan pemanfaatan bahan
bakar minyak dan juga irigasi. Konsumsi terhadap sumber-sumber yang
tidak dapat diperbaharui, seperti minyak bumi dan fosfat sudah dalam
tingkat yang membahayakan. Bersamaan dengan meningkatnya kebutuhan akan
produk pertanian, maka teknologi baru untuk pengembangan varietas baru,
seperti jagung, padi, gandum serta tanaman komersial lainnya juga nampak
semakin menantang. Namun demikian, pemanfaatan input buatan yang
berlebihan dan tidak seimbang, bisa menimbulkan dampak besar, bukan
hanya terhadap ekologi dan lingkungan, tetapi bahkan terhadap situasi
ekonomi, sosial dan politik diantaranya dengan adanya ketergantungan
pada impor peralatan, benih serta input lainnya. Akibat selanjutnya
adalah menyebabkan ketidakmerataan antar daerah dan perorangan yang
telah memperburuk situasi sebagian besar petani lahan sempit yang
tergilas oleh revolusi hijau (Reijntjes, et.al., 1999).
Memanfaatkan Jerami untuk Pakan Sapi
(Sumber : http://jabar.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/info-teknologi/14-alsin/63-fermentasi-jerami-untuk-pakan-ternak-sapi)
Pembangunan sektor
pertanian tidak dapat lagi dilakukan dengan cara-cara lama, harus diubah
sejalan dengan makin besarnya tantangan dan perubahan lingkungan
strategis, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Perubahan
lingkungan eksternal, antara lain globalisasi teknologi dan informasi,
liberalisasi perdagangan, dan transformasi budaya antarbangsa sudah
tidak terhindarkan. Demikian juga perubahan lingkungan internal, yaitu
demokratisasi, desentralisasi, otonomi daerah, dan gejala disintegrasi
(Salikin, 2003).
Krisnamurthi (2006)
mengatakan bahwa pertanian abad ke 21 bagi negara--negara yang sedang
berkembang harus mampu menciptakan sistem pertanian yang memiliki
produktivitas tinggi tetapi dengan low cost input. Pembangunan pertanian
sebagai bagian integral dari pembangunan wilayah akan meningkat
investasi dibidang usaha pertanian yang serasi dengan keadaan sosial
ekonomi daerah, kesesuaian lahan dan potensi pasar. Untuk Indonesia dan
negara berkembang lainnya dua tujuan harus tetap sejalan dan seimbang
yaitu peningkatan produktivitas dan produksi di satu pihak dan
pencapaian keberlanjutan sistem produksi, peningkatan kesejahteraan
petani dan pelestarian lingkungan di lain pihak yang memerlukan langkah
terobosan di bidang penelitian. Tantangannya adalah menemukan kombinasi
tanaman, hewan dan input yang mengarah pada produktivitas yang tinggi,
keamanan produksi serta konservasi sumber daya yang relatif sesuai
dengan keterbatasan lahan, tenaga kerja dan modal (Tiharso, 1992).
Dalam
pengembangan metode penentuan model sistem usaha tani padi–ternak
(SIPT), perlu memperhatikan kemampuan sumberdaya lokal yang didukung
oleh peningkatan dan penyebaran informasi inovasi teknologi. Menurut
Pranadji (2000), bahwa sebagian besar usaha tani apapun lemah dalam
modal dan penguasaan teknologi, terlihat salah satu sumber ketidak
efisienan sistem usaha tani tanaman-ternak petani saat ini adalah
kelembagaan usaha tani yang relatif lemah. Di bidang peternakan
penyebaran informasi teknologi dari berbagai sumber sangat kurang,
sehingga pengetahuan petani mengenai manajemen pemeliharaan ternak sapi
relatif rendah (Zaenuri, et.al, 2003).
Penerapan sistem
pertanian berkelanjutan terutama pertanian organik dapat digunakan
sebagai momentum untuk mendorong berkembangnya ekonomi rakyat. Pada
dasarnya para petani sangat siap menerima sistem pertanian berkelanjutan
karena input yang digunakan telah tersedia di lingkungan alam
sekitarnya. Bahkan sebelum mengenal intensifikasi pertanian dengan
menggunakan pupuk dan pestisida kimia, para petani telah menerapkan
sistem pertanian organis ramah lingkungan, misalnya dengan menggunakan
pupuk kandang. Dengan pengetahuan tradisional yang dimiliki, para petani
perlu diberdayakan sehingga memiliki pengetahuan yang meningkat tentang
pertanian organis, serta memahami peluang dan tuntutan pasar yang
menghendaki produk berkualitas dan ramah lingkungan. Dengan demikian
para petani dapat menghasilkan produk pertanian bernilai ekonomis tinggi
sekaligus dapat menjaga kelestarian fungsi lingkungan (Jauhari, 2002).
Secara sederhana,
kemerataan merupakan penilaian tentang sejauhmana hasil suatu lingkungan
sumberdaya didistribusikan diantara masyarakat. Keberlanjutan dapat
diberi pengertian sebagai kemampuan sistem sumberdaya mempertahankan
produktivitasnya, walaupun mendapat gangguan. Kestabilan merupakan
ukuran tentang sejauhmana produktivitas sumberdaya bebas dari keragaman
yang disebabkan oleh fluktuasi faktor lingkungan. Produktivitas adalah
ukuran sumberdaya terhadap hasil fisik ekonominya.
Dalam rangka
memasuki revolusi hijau kedua kita belajar dari kenyataan bahwa
tehnologi maju dan mahal akan memproduksi barang yang mahal pula
termasuk makanan. Untuk mengatasi kondisi demikian, maka sangat
dibutuhkan adanya suatu sistem pertanian yang efisien dan berwawasan
lingkungan yang mampu memanfaatkan potensi sumberdaya setempat secara
optimal bagi tujuan pembangunan pertanian berkelanjutan. Jika
keanekaragaman fungsional bisa dicapai dengan mengkombinasikan spesies
tanaman dan hewan yang memiliki sifat saling melengkapi dan berhubungan
dalam interaksi sinergetik dan positif, maka bukan hanya kestabilan yang
dapat diperbaiki, namun juga produktivitas sistem pertanian dengan
input yang lebih rendah (Tiharso, 1992).
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan dan penjelasan mengenai pertanian terpadu, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
- Dalam menghadapi persaingan pasar yang semakin terbuka, konsumen mengharapkan pelaksanaan pertanian organik sehingga produsen dapat menjamin produknya bebas dan aman dari bahan kimia.
- Pertanian terpadu merupakan salah satu cara untuk menghasilkan produk organis dengan menerapkan konsep Sistem Integrasi Padi dan Ternak (Sapi)/SIPT .
- Konsep SIPT merupakan salah satu alternatif dalam meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan produksi padi, daging, susu dengan pendekatan Zero Waste.
- Dalam pengembangan metode penentuan model sistem usaha tani padi–ternak (SIPT), perlu memperhatikan kemampuan sumberdaya lokal yang didukung oleh peningkatan dan penyebaran informasi inovasi teknologi.
- Dengan mengkombinasikan spesies tanaman dan hewan yang memiliki sifat saling melengkapi dan berhubungan dalam interaksi sinergetik yang positif, maka bukan hanya kestabilan yang dapat diperbaiki, namun juga produktivitas sistem pertanian dengan input yang lebih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, et.al,
2003. Pengkajian dan Sintesis Kebijakan Pengembangan Peningkatan
Produktivitas Padi dan Ternak (P3T) ke Depan. Laporan Teknis Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Litbang Pertanian, Bogor.
Bulu, Yohanes,
G., K. Puspadi, A. Muzini dan Tanda S. Panjaitan, 2004. Pendekatan
Sosial Budaya Dalam Pengembangan Sistem Usatanai-Ternak di Lombok, Nusa
Tenggara Barat. Prosiding Lokakarya Sistem dan Kelembagaan Usaha tani
Tanaman-Ternak. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.
Buroco, 2012, Pertanian terpadu. http://buroco121.blogspot.com/2012/09/ pertanian-terpadu.html. diakses pada tanggal 29 Desember 2012
Direktorat
Budidaya Ternak Ruminansia, 2010. Pedoman Teknis Pengembangan Integrasi
Ternak Sapi dan Tanaman. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen
Pertanian, Jakarta.
Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2002. Pengembangan Kawasan Agribisnis Berbasis Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Fagi, A.M. dan
I.Las, 2007. Membekali Petani dengan Teknologi Maju Berbasis Kearifan
Lokal pada Era Revolusi Hijau Lestari. Hal. 222-249. Dalam, F.Kasryno,
E. Pasandaran dan A. M. Fagi (ed). Membalik Arus Menuai Kemandirian
Petani. Yayasan Padi Indonesia, Jakarta.
Hayanto, B., I.
Inounu, Arsana B, dan K. Dwiyanto, 2002. Sistem Integrasi Padi-Ternak.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian,
Jakarta.
IASA 1990. Planting The Future : A Source Guide to Sustainable Agriculture in The Third Word. Minneapolis.
Ismail, I. G. dan Djajanegara, A. 2004. Kerangka Dasar Pengembangan SUT Tanaman Ternak (Draft). Proyek PAATP, Jakarta.
Jauhari, A, 2002. Pertanian Berkelanjutan. Suara Pembaharuan Daily.
Kariyasa, K,
2003. Hasil Laporan Pra Survei Kelembagaan Usaha Tanaman-Ternak Terpadu
dalam Sistem dan Usaha Agribisnis. Proyek PAATP, Departemen Pertanian,
Jakarta.
Krisnamurthi, B.
2006. Revitalisasi Pertanian: Sebuah Konsekuensi Sejarah dan Tuntutan
Masa Depan. Dalam Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. Penerbit
Buku Kompas. Jakarta.
Pranadji. T., 2000.
Beberapa Aspek untuk Antisipasi Pembangunan Pertanian Abad 21. Makalah
disampaikan pada Pelatihan ;Pemahaman Aspek Sosial dan Budaya Masyarakat
dalam Perencanaan dan Penerapan Teknologi. Kerjasama Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian UNPAD dengan Badan Litbang
Pertanian. Jatinangor, Sumedang.
Reijntjes, C., B.
Haverkot dan A. W. Bayer, 1999. Pertanian Masa Depan, Pengantar untuk
Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Kanisius dan ILEIA,
Yogyakarta.
Salikin, K.A, 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.
Sudaratmadja,
I.G.A.K., N. Suyasa dan I.G.K Dana Arsana, 2004. Subak dalam Perspektif
Sistem Integrasi Padi-Ternak di Bali. Prosiding Lokakarya Sistem dan
Kelembagaan Usaha tani Tanaman-Ternak. Badan Litbang Pertanian,
Jakarta.
Suwono, M., M.A.
Yusron dan F. Kasiyadi, 2004. Penggunaan Pupuk Organik dalam Sistem
Integrasi Tanaman-Ternak di Jawa Timur. Prosiding Lokakarya Sistem dan
Kelembagaan Usaha tani Tanaman-Ternak. Badan Litbang Pertanian,
Jakarta.
Triharso, 1992. Pembangunan Pertanian Berwawasan Lingkungan Yang Berkelanjutan. ISAAA 1992. http://psi.ut.ac.id/Jurnal/5triharso.htm.
Zaenuri. L.A.,
Tanda S. Panjaitan, Hermansyah Pany, Dahlanuddin dan Muzani, 2003.
Persepsi Perternak NTB Terhadap Sapi Bali. Laporan hasil Survei
Kerjasama BPTP NTB dengan Fakultas Peternakan Universitas Mataram.
Mataram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar